Upacara peringatan HUT ke-73 Kemerdekaan RI di tengah sungai menjadi pilihan warga Desa Wangen, Kecamatan Polanharjo, Klaten. Momentum peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia seolah paralel dengan momentum bebasnya sungai dari belenggu sampah.
Upacara berlangsung sederhana. Puluhan peserta termasuk pemimpin upacara berendam di sungai dengan kaki bersepatu karet dengam baju kuyup. Begitu pula dengan tiga orang pengibar bendera di atas jeram Sungai Pusur bersiap mengibarkan sang merah putih. Pembina upacara dan paduan suara berada di tebing sungai.
Suara lantang pemimpin upacara memberi aba-aba penghormatan kepada bendera merah putih terdengar di sela-sela gemericik air. Begitu bendera sampai puncak tiang, upacara selesai. Semua warga bersuka cita, mencebur ke sungai menikmati air Sungai Pusur yang dingin dan bersih tanpa sampah. Ada sekitar 130 warga berhimpun di sungai yang menjadi sumber penghidupan penduduk Wangen dan sekitarnya.
“Ini bukan kali pertama kami upacara di Sungai Pusur. Bedanya kami lebih mendekatkan kepada warga agar semua bisa ikut upacara memperingati kemerdekaan termasuk menikmati kemerdekaan sungai ini dari sampah,” kata Ketua River Tubing Pusur Adventure, Aris Wardoyo, saat ditemui wartawan seusai upacara di Sungai Pusur, Dukuh Jragan, Jumat (17/8/2018) pagi.
Aris berpendapat inisiasi menggelar upacara di Sungai Pusur karena momen peringatan HUT Kemerdekaan RI menjadi momentum yang tepat untuk mengubah perilaku warga khususnya soal kepedulian terhadap sungai. Melalui upacara, masyarakat bisa menghayati keindahan sungai, menumbuhkan rasa cinta untuk ikut menjaga dan merawat sungai yang menjadi bagian hidupnya.
Di sungai itulah masyarakat menggantung hidupnya dari pengelolaan wisata dan multiplier effect-nya baik dari kuliner, cinderamata, dan lainnya. “Potensi Sungai Pusur sangat besar. Kami bisa meraup untung Rp180 juta selama tiga bulan dari pengelolaan wisata,” beber dia.
Wajah Sungai Pusur hari ini berbeda dibandingkan penampakan pada empat-lima tahun lalu. Pada 2013, masyarakat berinisiatif membersihkan sungai dua tahun berturut-turut setelah berulang kali terjadi kasus demam berdarah di desa setempat. Dari program grebeg sungai, muncul inisiasi untuk memanfaatkan aliran sungai sebagai objek wisata air.
“Kami pilih jadi wisata air supaya masyarakat ikut menjaga sungai. Sungai jangan lagi menjadi tempat pembuangan sampah. Pola pikir semacam ini yang harus ditanamkan. Maka itu kami jadikan sungai ini objek wisata,” terang Ari.
Salah satu peserta upacara, Junaidi, mengaku senang bisa upacara di Sungai Pusur. Sungai itu kini bersih dan bisa dinikmati semua orang. Warga Wangen memiliki agenda bersih-bersih sungai secara berkala untuk menjaga kenyamanan warga dan wisatawan yang bertandang.
“Sungai ini sekarang merdeka dari sampah. Kami ikut merayakannya seiring peringatan HUT Kemerdekaan RI,” kata pria warga Dukuh Jragan RT 002/RW 005, Desa Wangen, Polanharjo, Klaten.
Sumber: http://soloraya.solopos.com