Pemberian nama desa di tanah Jawa tak lepas dari situasi dan kondisi di desa setempat, termasuk Desa Kajen di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten.
Dalam sejarah lisan yang berlangsung secara turun-temurun, pemberian nama Kajen sebenarnya bermula dari kata haji. Di masyarakat Jawa, termasuk di Kajen, biasa menyebut seorang haji dengan kaji.
Cerita pemberian nama Kajen berawal dari adanya seorang sesepuh di desa setempat. Sesepuh ini diyakini pernah menjalankan ibadah haji di Mekkah.
Kejadian itu berlangsung jauh sebelum Indonesia merdeka. Waktu itu, Tanah Air masih masa penjajahan Belanda.
Adanya orang yang dituakan di daerah setempat dan sudah berhaji itu menjadi acuan masyarakat zaman dahulu menyebut salah satu daerah di Kecamatan Ceper itu sebagai kaji. Sebutan kaji lama-lama berubah menjadi kajen.
Hingga sekarang, daerah tersebut dikenal dengan Kajen. “Di zaman dahulu, tak semua warga di sini dapat naik haji. Dari haji menjadi kaji, lantas menjadi nama desa, yakni Kajen. Cerita seperti ini masih melekat di masyarakat Kajen,” kata Kepala Desa (Kades) Kajen, Joko Purnomo, kepada Solopos.com, Jumat (13/9/2019).
Joko Purnomo berharap pemberian nama Kajen itu menjadi doa dan harapan bagi warga setempat. Dalam bahasa Jawa, kajen dapat diartikan sebagai orang yang terhormat.
“Harapan kami seperti itu. Semoga, warga di sini semuanya kajen [selalu terhormat]. Saat sekarang juga sudah berbeda dengan zaman dahulu. Di zaman sekarang, jumlah kaji di sini sudah banyak,” katanya.
Desa Kajen yang berpenduduk 4.000-an jiwa ini terdiri atas enam dukuh. Di antara dukuh itu, yakni Kajen, Topeng, Kajen, Sumberjo, dan lainnya.
Mayoritas warga di Kajen mengandalkan hasil pertanian sebagai mata pencaharian. Areal pertanian di Kajen mencapai kurang lebih 200 hektare.
Guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan desanya, Pemerintah Desa (Pemdes) Kajen terus berupaya melakukan pembangunan. Hal itu termasuk di bidang perbaikan talut, saluran irigasi, jalan, dan pembangunan fisik lainnya
Sumber: Solopos.com